HUKUM QADHA DAN BAYAR BAYAR FIDYAH SHALAT



Sebagian Ulama menyatakan tidak wajib diqadha’
 ~ Sebagian memilih di qadha’
 ~ Sebagian memilih diganti setiap satu shalat dengan satu MUD ~

من مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية وفي قول كجمع مجتهدين أنها تقضى عنه لخبر البخاري وغيره ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا وفعل به السبكي عن بعض أقاربه ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه كالصوم وفي وجه عليه كثيرون من أصحابنا أنه يطعم عن كل صلاة مدا وقال المحب الطبري يصل للميت كل عبادة تفعل واجبة أو مندوبة
Barangsiapa meninggal dunia dan padanya terdapat kewajiban shalat maka tidak ada qadha dan bayar fidyah.Menurut segolongan para mujtahid sesungguhnya shalatnya juga diqadhai berdasarkan hadits riwayat Bukhari dan lainnya karenanya segolongan imam cenderung memilih pendapat ini dan Imam Subky juga mengerjakannya untuk sebagian kerabat-kerabat beliau.Ibn Burhan menuqil dari qaul qadim wajib bagi wali bila mayit meninggalkan warisan untuk menshalati ats namanya seperti halnya puasa, sebagian ulama pengikut syafi’i memilih dengan mengganti setiap satu shalat satu mud.
Syekh Muhib at-Thabry berkata “Akan sampai pada mayat setiap ibadah yang dikerjakan baik berupa ibadah wajib ataupun sunah”
Lengkapnya : Sedangkan dalil yang mendasarinya adalah:
مَا رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بنَ عُمَرَ رَضِى الله عَنْهُمَا أَمَرَ امْرَأَةً جَعَلَتْ أُمُّهَا
عَلَى نَفْسِهَا صَلاَةً بِقُبَاءَ يَعْنِيْ ثُمَّ مَاتَتْ فَقَالَ صَلِّيْ عَنْهَا
إعانة الطالبين الجزء 1 صحـ : 33 مكتبة دار الف
( فَائِدَةٌ ) مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ فَلاَ قَضَاءَ وَلاَ فِدْيَةَ وَفِي قَوْلٍ كَجَمْعِ مُجْتَهِدِيْنَ أَنَّهَا تُقْضَى عَنْهُ لِخَبَرِ الْبُخَارِيِّ وَغَيْرِهِ وَمِنْ ثَمَّ اخْتَارَهُ جَمْعٌ مِنْ أَئِمَّتِنَا وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِيُّ عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ وَنَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنِ الْقَدِيْمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيُّ إِنْ خَلَفَ تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّىَ عَنْهُ كَالصَّوْمِ وَفِي وَجْهٍ عَلَيْهِ كَثِيْرُوْنَ مِنْ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ صَلاَةٍ مُدًّا اهـ
Faidah: Orang yang sudah meninggal yang memiliki kewajiban Shalat, maka tidak diqadhakan dan tidak difidyahkan ( فلا قضاء ولا فدية itu khabarnya Mahzuf. Takdirnya bisa berupa makruh, haram, ibahah, sunat, dan wajib. Di sini yg tepat ditaqdir khabar nya Wajib,,, "Maka tidaklah qadha dan fidiyah itu hukumnya wajib". Jd tdk menafikan kesunahan nya yg merupakan bahagian dr mengimplementasikan hadis, Perikutkanlah amal keburukan dengan melakukan amal kebaikan setelah nya agar kebaikan itu dapat menghapus keburukan). ., Menurut Satu pandangan Ulama ( Seperti Golongan Ulama Mujtahid), Shalat yang ditinggalkan oleh si mati boleh diqadhakan ( Oleh orang lain) Karena memahami Hadis Bukhari dan Lainnya.
Karena Demikian Ulama kita menjadikan pandangan ini sebagai pilihan, sebagaimana Praktik Imam Subki kala mengqadha Shalat keluarganya.
Menukilkan oleh Ibnu Burhan dari Pendapat Qadim, Berkewajiban bagi Wali untuk mengqadhakan Shalat si Mayit begitujuga dengan Puasa. Dalam Pendapan lain (kebanyakan dari Muridnya Asy Syafii) disebutkan bahwa disedekahkan makanan 1 Mud ( 6,7 Gram) bagi tiap Shalat yang ditinggalkan ( si Mayit).
Menurut Imam Muhib Ath Thibri, Setiap ibadah ( wajib & Sunat) yang dikerjakan dan diniatkan untuk orang lain maka akan disampaikan pahalanya oleh Allah, Sebagaimana Pemahaman Ahlusunnah Wal Jamaah, Setiap pahala Amalan yang diniatkan bagi orang Lain maka akan disampaikan penerimaannya oleh Allah.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج الجزء 3 صحـ : 440 مكتبة دار إحياء الترث العربي
وَلَوْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلاَةٌ أَوِ اعْتِكَافٌ لَمْ يُفْعَلْ عَنْهُ وَلاَ فِدْيَةَ تُجْزِئُ عَنْهُ لِعَدَمِ وُرُودِ ذَلِكَ وَفِي اِلاعْتِكَافِ قَوْلٌ إنَّهُ يُفْعَلُ عَنْهُ كَالصَّوْمِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ وَفِي الصَّلاَةِ أَيْضًا قَوْلٌ إنَّهَا تُفْعَلُ عَنْهُ أَوْصَى بِهَا أَمْ لاَ حَكَاهُ الْعُبَادِيُّ عَنْ الشَّافِعِيِّ وَغَيْرِهِ عَنْ إِسْحَاقَ وَعَطَاءٍ لِخَبَرٍ فِيهِ لَكِنَّهُ مَعْلُولٌ بَلْ نَقَلَ ابْنُ بُرْهَانٍ عَنْ الْقَدِيمِ أَنَّهُ يَلْزَمُ الْوَلِيَّ أَيْ إنْ خَلَفَ تِرْكَةً أَنْ يُصَلِّيَ عَنْهُ كَالصَّوْمِ وَوَجَّهَ عَلَيْهِ كَثِيرُونَ مِنْ أَصْحَابِنَا أَنَّهُ يُطْعِمُ عَنْ كُلِّ صَلاَةٍ مُدًّا وَاخْتَارَ جَمْعٌ مِنْ مُحَقِّقِي الْمُتَأَخِّرِينَ اْلأَوَّلَ وَفَعَلَ بِهِ السُّبْكِيُّ عَنْ بَعْضِ أَقَارِبِهِ وَبِمَا تَقَرَّرَ يُعْلَمُ أَنَّ نَقْلَ جَمْعٍ شَافِعِيَّةٍ وَغَيْرِهِمُ اْلإِجْمَاعَ عَلَى الْمَنْعِ الْمُرَادُ بِهِ إجْمَاعُ اْلأَكْثَرِ وَقَدْ تُفْعَلُ هِيَ وَاِلاعْتِكَافُ عَنْ مَيِّتٍ كَرَكْعَتَيِ الطَّوَافِ فَإِنَّهَا تُفْعَلُ عَنْهُ تَبَعًا لِلْحَجِّ وَكَمَا لَوْ نَذَرَ أَنْ يَعْتَكِفَ صَائِمًا فَمَاتَ فَيَعْتَكِفُ الْوَلِيُّ أَوْ مَا دُونَهُ عَنْهُ صَائِمًا اهـ
فتاوى الأزهر الجزء 8 صحـ : 318 موقع وزارة الأوقاف المصرية
إِنَّ جُمْهُوْرَ الْعُلَمَاءِ عَلَى أَنَّ قَضَاءَ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوْضَةِ عَنِ الْمَيِّتِ مَمْنُوْعٌ وَنَقَلَ ابْنُ بَطَّالِ اْلإِجْمَاعَ عَلَيْهِ وَلَكِنِ اْلإِجْمَاعُ غَيْرُ صَحِيْحٍ ِلأَنَّ هُنَاكَ مَنْ يَقُوْلُ بِجَوَازِ ذَلِكَ وَدَلِيْلُهُ: 1- مَا رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ أَنَّ عَبْدَ اللهِ بنَ عُمَرَ رَضِىَ الله عَنْهُمَا أَمَرَ امْرَأَةً جَعَلَتْ أُمُّهَا عَلَى نَفْسِهَا صَلاَةً بِقُبَاءَ يَعْنِيْ ثُمَّ مَاتَتْ فَقَالَ صَلِّيْ عَنْهَا 2- مَا رَوَاهُ ابْنُ أَبِىْ شَيْبَةَ بِسَنَدٍ صَحِيْحٍ أَنَّ امْرَأَةً قَالَتْ لاِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِى اللّهُ عَنْهُمَا إِنَّ أُمَّهَا نَذَرَتْ مَشْيًا إِلَى مَسْجِدِ قُبَاءَ أَيْ لِلصَّلاَةِ فَأَفْتَى ابْنَتَهَا أَنْ تَمْشِىَ لَهَا وَأَخْرَجَهُ مَالِكٌ أَيْضًا فِى الْمُوَطَّأِ 3- أَنَّ بَعْضَ التَّابِعِيْنِ وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ أَجَازَ الصَّلاَةَ عَنِ الْمَيِّتِ قِيَاسًا عَلَى الدُّعَاءِ وَالصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ اهـ
Barangsiapa meninggal dunia dan ia masih punya tanggungan shalat, maka tiada kewajiban menqadha’ dan tiada pula membayar fidyah (Syeikh bin Baz Menukil hanya sampai sini)
Namun menurut pendapat segolongan ulama’ mujtahidin, bahwa shalat tersebut harus di qadha’ berdasar hadis riwayat Imam Bukhari serta lainnya. Berangkat dr sana, segolongan ulama dari imam-imam kita memilih pendapat harus di qadha’. Dan malah Imam Subuki telah mempraktekkannya untuk sebagian kerabat beliau.
Dan Ibnu Burhan telah menukil pendapat Qadim (dari Imam Syafi’i) bahwa jika orang yang meninggal dunia itu meninggalkan tanggungan shalat maka sang wali harus melakukan shalat untuk almarhum sama halnya puasa.
Juga menurut pendapat yang pantas diikuti yang didukung pula oleh mayoritas ashabina, bahwa sang wali memberi makan satu mud ( + 0,5 kg) untuk setiap shalat.
Terlepas dari apakah referensi dari interpretasi Syeikh Abdul Aziz bin Baz dan syeikh Albani juga pantas diikuti, yang jelas dg jujur harus diakui bahwa dari segi level, kapabilitas, kompetensi dan akseptabilitas jelas kedua syeikh tsb jauh dari layak untuk bisa disejajarkan dengan para imam yg jadi referensi I’anah.
Dengan demikian, jangan pernah ragu dengan Amaliah ahlu sunnah ,karena Semuanya berdasarkan NASH,baik dari AL-Qur’an,AL-Hadits,Shahabat,Tabi’in,maupun Ulama-Ulama Mu’tabar yang kapasitasnya sudah teruji dari zaman ke zaman.

0 Response to "HUKUM QADHA DAN BAYAR BAYAR FIDYAH SHALAT"

Post a Comment